Jangan Tutupi Bumi yang Luas dengan Daun yang Kecil, Jadilah Manusia Literat – Humaniora

[ad_1]

Jangan tutupi bumi yang luas dengan daun yang kecil.  Seperti kasus korupsi yang menjerat Bupati Probolinggo dan suaminya. Ada lagi Bupati Banjarnegara, Mantan Mensos yang korupsi bansos, dan baru-baru ini Pak Alex Noerdin saat dinyatakan sebagai tersangka kemarin. Sebelumnya, entah sudah berapa banyak pejabat atau politisi yang dibekuk OTT KPK. Kenapa mereka korupsi, apa mereka tidak punya cukup uang?

Itulah yang disebut “daun yang kecil menutupi bumi yang luas”.

Kurang bersyukur atas nikmat karunia dan anugerah yang Allah SWT berikan. Terlalu nafsu atas kekuasaan. Terjebak pada gaya hidup dan nafsu kesenangan sesaat di dunia. Salah menggunakan amanah rakyat. Bukan menyejahterakan malah menyesatkan. Manusia yang lupa bersyukur dan lupa arti hidup di duia untuk ke akhirat. Bumi yang luas ditutup daun yang kecil.

Manusia sering lupa. Bahwa bumi itu luas, daun itu kecil.

Anugerah Allah itu tidak terbatas. Rezeki Allah pasti ada untuk setiap hamba-Nya.  Setiap makhluk sudah punya jatah masing-masing. Karena bumi itu luas dan akan memberi apapun yang dibutuhkan manusia. Sementara uang, harta, pangkat jabatan, bahkan popularitas itu cuma selembar daun. Terlalu mudah hilang, mudah habis. Seperti daun yang mudah dipetik atau jatuh ke bawah. Jadi, mana mungkin selembar daun yang kecil bisa menutupi bumi yang luas ini?

Ini adalah fakta di masa sekarang dan di era gaya hidup ini. Banyak daun kecil akhirnya menutupi bumi yang luas. Karena daunnya menempel pada kelopak mata manusia. Sehingga bumi tertutup dari pandangan mata yang sipit. Semuanya menjadi gelap dan gagal melihat jalan lurus kembali terang. Sehelai daun yang menggelapkan pandangan bumi yang luas. Korupsi, pencurian, perampokan, mengambil apa yang bukan haknya, bahkan mengganggu orang lain.

Anehnya, para koruptor dan teman-temannya itu selalu bilang. Di depna public di TV-TV. Bahwa hidup di dunia cuma sementara. Jabatan dan kekuasaan sebagai Amanah rakyat. Tapi sayangnya, mereka pula yang melanggar omongannya sendiri. Karena “daun yang kecil menutupi bumi yang luas”.

Begitulah kehidupan manusia. Ketika daun yang kecil menutupi bumi yang luas. Maka hari-harinya diisi keluh kesah. Seolah hidupnya merana dan berjiwa “korban”. Hingga lupa bersyukur. Hidupnya berubah jadi mudah menyalahkan orang lain. Gemar menebar kebencian, gibah, hingga penuh sentiment dalam hidup. Berpikir negatif dan merasa paling benar. Saat manusia bermentalitas “korban”, berjiwa menderita. Itu bumi yang luas ditutupi daun yang kecil.

Benar-benar dekat dengan kita. Banyak manusia memiliki “daun kecil yang menutupi bumi yang luas”. Mereka yang ingkar kemudian menghalalkan berbagai cara. Tidak peduli dengan orang lain itu sulit. Selama dia bahagia sendiri. Itulah contoh manusia yang buta huruf. Manusia yang gagal menjalankan amanah untuk menyebarkan kebaikan dan bermanfaat bagi orang lain.

Maka begitu pula, spirit yang semestinya ada di taman bacaan, di pegiat literasi. Di mana pun. Untuk tetap bergerak dalam menegakkan tradisi membaca dna budaya literasi masyarakat. Apapun keadaannya. Karena memang jalan di taman bacaan. Tidak selalu lurus dan gampang. Kadang berbelok tajam, terjal, dan mendaki. Selalu ada hambatan dan tantangan. Tapi apapun kondisinya, taman bacaan dan pegiat literasi tidak bisa berhenti atau berbalik arah. Tidak ada jalan lain, selain “melanjutkan perjuangan di taman bacaan”. Demi kebaikan dan kemanfaatan orang banyak.

Manusia sering lupa. Nabi Ayyub itu sepanjang hidupnya penuh cobaan. Mulai dari dilenyapkan kekayaannya. Kehilangan anak-anaknya. Diberi penyakit berates-ratus tahun. Hingga ditinggalkan istri tercintanya. Tapi hebatnya, ia tetap sabar dan bersyukur. Memang sulit meneladani Nabi Ayyub. Tapi dari kisah beliau. Manusia diajarkan untuk sabar dan tetap bersyukur atas keadaaanya. Memang hari, seberapa sengsara sih hidup kita di dunia ini?

Lagi-lagi, jangan tutupi bumi yang luas dengan daun yang kecil.

Jangan sampai hidup di dunia dilandasi nafsu dan kesenangan semata. Sehingga selalu merasa kurang dan lupa bersyukur. Saat itu terjadi, maka jalan sesat akan ditempuh siapapun. Syukurilah apa yang dimiliki, jangan mengejar apa yang tidak dimiliki.

Ketahuilah, hal yang paling besar di dunia itu adalah nafsu. Dan yang plking berat di dunia adalah amanah. Maka kendalikanlah keduanya. Tentu dengan memeprebsar rasa syukur dan mendekat kepada-Nya. Bahwa semua yang manusia miliki saat ini adalah anugerah yang sudah pantas. Sudah cukup, tdak kurang dan tidak lebih.

Seperti arwah di taman baca. Lebih baik mensyukuri apa yang ada daripada mengeluh tentang apa yang belum ada. Agar tidak menutupi bumi yang luas dengan daun-daun kecil. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka #KampungLiterasiSukaluyu



[ad_2]

Sumber Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »