[ad_1]
Bukan kebetulan bila tahun ini Hari Tani Nasional bertepatan dengan aksi ‘Global Climate Strike’, sebuah unjuk rasa serentak di berbagai belahan dunia yang mengangkat persoalan perubahan iklim. Bagaimana tidak, saat ini persoalan petani bukan hanya konflik agraria namun juga krisis iklim, yang menurut laporan badan PBB, datang lebih cepat dari waktu yang diperkirakan.
Banjir, tanah longsor, kekeringan dan munculnya hama pertanian adalah sebagian dari bencana ekologi yang disebabkan oleh perubahan iklim. Bencana-bencana ekologi akan memukul hidup kaum tani di Indonesia.
“Hari Tani merupakan momen yang tepat bagi pemerintah untuk berefleksi agar mampu melakukan pembangunan yang berpihak ke masyarakat dan lingkungan, bukan hanya segelintir orang. Contoh dengan menghentikan pembangunan PLTU Batu Bara yang selain menjadi sumber emisi GRK, juga erat kaitannya dengan konflik agraria yang merampas lahan para petani,” ungkap Ginanjar Ariyasuta, aktivis muda yang tergabung dalam gerakan Jeda untuk Iklim dalam siaran pers 350.Org.
“Di tahun 2021 ini, sumber-sumber kehidupan kaum tani kian rentan terdampak krisis iklim,” ujar Indonesia Team Leader 350.org, Sisilia Nurmala Dewi, “Bencana ekologi akibat krisis iklim berupa kekeringan dan banjir bandang sama-sama mengancam kehidupan kaum tani, belum lagi makin banyaknya hama tanaman karena perubahan iklim.”
Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), selama abad 20, Indonesia mengalami peningkatan suhu rata-rata udara di permukaan tanah 0,5 derajat celcius. Jika dibandingkan periode tahun 1961 hingga 1990, rata-rata suhu di Indonesia diproyeksikan meningkat 0,8 sampai 1,0 derajat Celcius antara tahun 2020 hingga 2050. Lebih jauh, Bappenas memperkirakan di 2100, jika tidak ada langkah yang tepat, temperatur Indonesia akan meningkat 1,5 derajat Celsius dan cuaca ekstrem akan lebih intens. Kondisi iklim ini akan menciptakan bencana hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, longsor, berkurangnya produksi pertanian, dan terbatasnya area penangkapan ikan untuk nelayan.
“Itu semua akan berdampak pada kehidupan kaum tani dan pada gilirannya ketahanan pangan kita,” ujarnya, “Celakanya, proyeksi Bappenas itu akan lebih cepat dari yang diperkirakan, seiring dengan laporan Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel Climate Change/IPCC) di bawah PBB yang mengungkapkan pemanasan bumi terjadi lebih cepat dari perkiraan.”
Terkait dengan itulah, upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, penyebab krisis iklim harus segera dilakukan. “Transisi energi menuju energi terbarukan harus segera diwujudkan,” ujarnya, “Namun, sayangnya, Bank-bank BUMN seperti BNI, justru masih menggelontorkan pendanaannya ke proyek energi kotor batubara.”
Untuk itu, lanjut Sisil, di Hari Tani 2021 ini, harus jadi momentum bagi bank BUMN untuk ikut mengambil peran dalam menghindarkan dampak buruk krisis iklim bagi kaum tani. “Bank-bank BUMN, seperti BNI, harus menghentikan pendanaannya untuk proyek-proyek energi kotor batubara,” tegasnya, “Bank-bank milik negara itu harus mengarahkan pendanaannya ke proyek-proyek yang rendah emisi ramah lingkungan.”
[ad_2]
Sumber Berita