Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, disingkat PGI, didirikan pada 25 Mei 1950 di Jakarta sebagai perwujudan dari kerinduan umat Kristen di Indonesia untuk mempersatukan kembali Gereja sebagai Tubuh Kristus yang terpecah-pecah.
- Menghargai permintaan maaf dari tersangka kasus penodaan agama.
PGI meminta kasus itu menjadi pelajaran bagi Yahya Waloni dan semua pemuka agama.
“Ya, jika memang seperti itu, kita maafkan. Dan semoga hal itu menjadi pelajaran buat Yahya Waloni sendiri dan kita semua untuk tidak melakukan hal yang menjelekkan agama atau kepercayaan lainnya,” kata Humas PGI, Philip Situmorang mengingatkan kalau Indonesia merupakan bangsa yang plural.
Dia berharap semua masyarakat dan tokoh agama untuk saling toleransi dan tidak menyakiti agama satu dengan lainnya.
Yahya Yopie Waloni atau yang biasa dikenal dengan Yahya Waloni, adalah seorang ustadz yang sebelumnya merupakan seorang pendeta.
Sebelumnya, ketika dirinya masih menjadi seorang pendeta Yahya Waloni terkenal dengan kefrontalannya yang kontroversial.
Pria kelahiran 30 November 1970 di Manado itu memutusukan untuk hijrah menjadi mualaf pada Rabu, 11 Oktober 2006 silam, melalui Sekretaris Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (NU) Tolitoli yang bernama Komarudin Sofa.
Yahya Waloni juga mengislamkan istri dan anak-anaknya. Semenjak memeluk agama Islam, Yahya Waloni mengubah nama anak dan istrinya.
Istri Yahya Waloni bernama Mutmainah dan anak-anaknya bernama Nur Hidayah, Siti sarah, dan Zakaria.
Yahya Waloni Minta Maaf ke Kaum Nasrani, “Saya Menyesal.”
Yahya Waloni, meminta maaf kepada kaum Nasrani, jemaat terkasih Kristiani. Yahya Waloni mengaku menyesal karena merasa apa yang dilakukannya melanggar etika dalam berdakwah.
Awalnya Yahya Waloni menyampaikan mencabut surat kuasanya kepada pengacaranya dan mencabut gugatan praperadilannya.
Kemudian Yahya Waloni memberikan pernyataannya dalam sidang praperadilan yang digelar di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (27/9/2021).
“Ada hal yang ingin saya sampaikan bahwa masalah saya ini bukan masalah berat,” kata Yahya Waloni.
“Masalah saya ini adalah masalah etika, kesantunan dan moralitas. Saya kira terkait dengan apa yang sudah kita lalui tadi mengenai hukum pelaksanaan daripada sidang praperadilan itu tidak mungkin saya lakukan dan sudah disahkan,” kata Yahya.
Kemudian Yahya mengaku, sebagai manusia yang dididik di suatu lingkungan yang beretika dan bermoral baik, ia menyampaikan ingin meminta maaf dan siap menerima konsekuensi dakwah yang telah melampaui batasan etika.
Yahya Waloni mengaku menyesal telah menyampaikan pernyataannya dalam video yang telah viral itu.
“Dan ini yang saya sangat sesali setelah melihat video itu rasanya tidak sesuai dengan apa yang saya tekuni selama ini sebagai seorang pendakwah. Nabi mengajarkan kita untuk selalu mengedepankan akhlakul karimah,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Yahya mengaku masalah hukumnya tidak perlu ada mekanisme praperadilan. Ia juga mengaku tidak dipengaruhi atau ditekan siapa pun.
Yahya Waloni meminta maaf kepada kaum Nasrani. Ia berharap dapat menjadi pendakwah yang memberi teladan.
“Di hadapan wartawan saya memohon maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia wabil khusus kepada saudara-saudaraku sebangsa setanah air kaum Nasrani,” ucap Yahya Waloni.
“Mudah-mudahan di kemudian hari Allah SWT akan berikan kepada saya hikmah lebih baik untuk menjadi seorang pendakwah yang menjadi tauladan. Jadi kejayaan NKRI, seluruh putra-putri bangsa, mudah-mudahan Allah SWT menolong kita semua,” kata Yahya.
Yahya Waloni juga mengaku, akan menghadapi permasalahan hukumnya dengan kesabaran.
“Terima kasih atas petunjuk yang diberikan oleh Yang Mulia dan kami akan hadapi ini dengan penuh keikhlasan, kesabaran atas pertolongan Allah SWT,” ujar pria yang disebut sempat menjabat sebagai Rektor di Sekolah Tinggi Theologia (STT) Calvinis Ebenhaezer di Sorong pada tahun 1997-2004.