[ad_1]
1 jam lalu
Dibaca : 28 kali
Oleh: M.N.K Al Amin
“aku” begitu terpesonaOleh kemolekan yang ditawarkan duniaHingga “aku” sering menilaiBahwa bahagia ituKetika kaya dan banyak hartaSehat badan dan jiwaSehingga para sesepuh Jawa dahulu kalaMewanti-wanti dalam suatu slogan yang penuh maknaRingan dan mudah dipahamNamun bisa sebagai peganganDalam meniti hidup yang penuh dengan kesabaran dan diiringi dengan ikhtiyar.Yakni, “Sak padhang-padhange rino, iseh padhang yen keturutan kekarepane, lan sak petheng-pethenge bengi, iseh petheng yen ora keturutan kekarepane”Sehingga, bahagia itu lebih sederhanaKetika keinginan kita terpenuhiNamun, begitu jumawanya “aku”Terlalu banyak keinginanIni dan ituYang selalu beranak pinakKetika keinginan ini telah terpenuhiMaka bilanglah diri iniIni karena “usahaku”Entah, kenapa “ku” sulit mengakui hadirMuSehingga, bukan puja-puji yang terlontar dari hati dan mulutkuNamun, hanya sebatas pengakuanku sajaDan begitu sombongnya aku.Tanpa mengingatMuBahkan, syukurku punYang terucap melalui lisanHarus mengeja terlebih dulu berapa besar pemberianMuYang mampu untuk membahagiakanku
Tuhan…Begitu sombongnya akuTerlihat ku berdoa dengan khusyukNamun, doa-doa yang kupanjatkanSelalu menuntutMuTuk menghadirkan apa yang ku pinta.Agar aku bahagia
Begitu sombong dan bodohnya “aku”Ketika “aku” tersadarBahwa, “aku” adalah hamba TuhanMilik TuhanMasih pantaskah “aku” tuk menuntutMu?Padahal “aku” dititahkan tuk beribadah puja-puji padaMu
Innaa sholatii wanusukii wa mahyaayaa wa mamaatii lillahi Rabbil ‘alaminSesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, hanya untuk Engkau Allah Tuhan semesta Alam.Namun, begitu sulit ku mengucap puja puji padaMuLantas, apalagi yang akan “kusombongkan”?Ketika mengucapkan puja puji (subhanallah, alhamdulillah, Allahu akbar, Laa ilaha illa Allah, Shollahu ‘ala Muhammad) pada TuhanYang penuh keikhlasan dari dalam relung hatitidak semudah teori.
Tuhan….Maafkan hambamu yang begitu angkuh dan sombong ini.
[ad_2]
Sumber Berita