[ad_1]
Kematian manusia, meskipun hanya satu, bukanlah sekedar angka. Sekalipun ia seorang narapidana, ia tetap berpeluang memperoleh kematian yang layak, sebab masih terbuka jalan baginya untuk menjadi manusia baik di hadapan Penciptanya. Siapapun bisa berubah, yang buruk tak selamanya buruk, sebagaimana sebaliknya. Namun, siapapun yang percaya bahwa setelah gelap akan terbit terang, ia layak menerima kematiannya secara cukup patut.
Mereka, para narapidana yang tewas dalam kebakaran di salah satu blok penjara Tangerang, tidak boleh dianggap dan diperlakukan sebagai angka. Padahal, jika diibaratkan sebagai angka, 46 adalah angka yang besar karena melibatkan kematian dalam satu peristiwa. Mereka meninggal dalam kurungan dan dikurung. Tidak menggelitik dan tidak mampu menyelamatkan diri dari amukan api. Ini adalah tragedi kemanusiaan, bukan kematian biasa. Kematian mereka tidak boleh dianggap sebagai statistik belaka.
Jikalaupun keluarga napi ini diberi santunan, ini sesuatu yang sudah semestinya, tapi bukan berarti pertanggungjawaban kemanusiaan lantas hilang begitu saja. Dalam bikrokrasi ada jenjang-jenjang wewenang dan tanggungjawab, begitu pula dengan pengelolaan lapas. Orang yang memimpin pada tingkat lapas tidak dapat dianggap sebagai yang paling bertanggung jawab, sebab ia tidak memiliki wewenang penuh mengenai semua urusan di dalam lapas. Ada pejabat yang lebih tinggi dan lebih tinggi lagi, yang menetapkan kebijakan besar.
Bila ada yang mengatakan bahwa kebakaran di lapas dan kematian puluhan napi itu jangan dipolitisasi, maka apa yang ia maksud politisasi? Jika pejabat tertinggi dalam jenjang wewenang dan tanggungjawab harus mengundurkan diri karena peristiwa ini, ini bukanlah perkara politik, melainkan konsekuensi dari jabatan. Tidak bisa seorang pejabat merasa senang karena dilimpahi wewenang mengatur ini dan itu, namun tidak bersedia mengemban tanggung jawab yang melekat pada wewenang itu manakala muncul persoalan. Tidak bisa ia berlepas tangan sepenuhnya dari tanggungjawab atas apa yang terjadi di bawah.
Kematian puluhan napi ini adalah tragedi kemanusiaan. Para napi itu tidak mampu melakukan upaya apapun untuk mengatasi api yang membakar sel mereka. Mereka tidak berdaya melawan amuk api yang menyala-nyala. Mereka tidak mampu melepaskan diri dari kepungan api karena terkurung dan terkunci. Sebagai manusia, pejabat tertinggi itu mestinya tersentuh nuraninya, sebab ia tidak mampu menggunakan wewenangnya untuk menjaga keselamatan manusia yang dipidanakan dan dipenjarakan. Kebakaran dalam penjara merupakan gejala konkret kesalahan manajemen maupun kebijakan di tingkat atas yang terlihat di jenjang bawah.
Lebih dari persoalan politik maupun hukum, peristiwa ini sarat dengan persoalan kemanusiaan: tentang bagaimana kita memandang manusia lain dan tentang bagaimana kita memperlakukan manusia lain, sekalipun manusia itu dinyatakan hakim sebagai kriminal. Berhentilah melihat jumlah korban kebakaran hanya sekedar angka yang tidak berarti apa-apa. Tataplah para napi itu sebagai manusia yang juga berhak atas kematian yang layak. >>
[ad_2]
Sumber Berita