Program BNN Indonesia Bersinar Kenapa Meredup?

BNN di masa sekarang seperti menjauh dan enggan melibatkan LSM serta media massa sebagai bagian dari program kerja. Berbeda ketika BNN belum punya fasilitas setingkat menteri.

[ad_1]

BNN Setelah Punya Dana dan Fasilitas Setingkat Menteri Kok Melempem Kinerja

IndonesiaTalk.com – BNN di masa sekarang seperti menjauh dan enggan melibatkan LSM serta media massa sebagai bagian dari program kerja. Berbeda ketika BNN belum punya fasilitas setingkat menteri.

Kepala BNN yang terdahulu seperti Ahwil Lutan hingga Anang Iskandar dan Budi Waseso, selalu melibatkan media hingga masyarakat merasakan kinerja BNN.

Kini, kesinambungan atau keberlanjutan program kegiatan yang telah dilakukan untuk menjaga integritas serta profesionalitas aparatur mulai dipertanyakan di masyarakat, kok sepertinya kegiatannya melempem?

Program BNN Indonesia Bersinar Kenapa Meredup?

“Dimanapun kita dan sampai kapanpun, komitmen kami adalah memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat, untuk bangsa demi mewujudkan Indonesia Bersinar,” kata Dik Dik Kusnadi, Bc IP., S.Sos., M.M Kasubdit Wastah Direktorat Wastahti Deputi Bidang Pemberantasan BNN ketika berbincang dengan S.S Budi Raharjo, Ketua LSM Ridma Foundation belum lama ini.

Jawaban Dik Dik Kusnadi, Bc IP., S.Sos., M.M sebagai Kasubdit Wastah Direktorat Wastahti Deputi Bidang Pemberantasan BNN sekaligus untuk mengklarifikasi kegundahan Ketum LSM RIDMA Foudation, Budi Raharjo.

Dalam perbincangan itu, Budi Raharjo yang akrab disapa Budi Jojo itu menyemangati BNN agar terus bergerak menyelamatkan bangsa dari bahaya Narkoba.

BACA JUGA:  BNN Setingkat Menteri. Sudah Tahu Belum?

“Ayo dong, terus tingkatkan semangat dan bergerak bersama sebagai ladang ibadah untuk menyelamatkan bangsa dari bahaya Narkoba,” ujar Budi Jojo, yang juga penggagas Desa Cegah Narkoba hingga menerbitkan koran dinding di desa, sebagai bagian edukasi bahaya Narkoba.

Budi mengingatkan, kunci sukses melaksanakan tugas penanganan permasalahan narkoba sangat tergantung pada kemampuan masyarakat. Diharapkannya, organisasi semacam BNN, mengintegrasikan atau mengkolaborasikan berbagai potensi cegah Narkoba di masyarakat.

“BNN harus terus melakukan langkah-langkah breakthrough atau terobosan strategis untuk peningkatan dan pemerataan layanan publik BNN di seluruh wilayah,” imbuh Budi Jojo yang mengingatkan kiprah BNN agar dirasakan masyarakat.

“Jangan setelah punya dana dan fasilitas, tugas BNN malah melempem,” ujar Ketum Ridma Foundation mengkritisi kepemimpinan Kepala BNN Komjen Pol. Dr. Drs. Petrus Reinhard Golose, M.M, seorang perwira tinggi Polri yang sejak 23 Desember 2020 jadi orang nomer satu di BNN.

Ditambahkannya, BNN di masa sekarang, menjauh dan sepertinya enggan melibatkan LSM serta media massa sebagai bagian dari program kerja. Berbeda saat BNN belum punya fasilitas setingkat menteri, Kepala BNN yang lalu seperti Ahwli Lutan hingga Anang Iskandar dan Budi Waseso, yang sedemikian rupa melibatkan media massa. Hingga masyarakat merasa kinerja BNN terasa.

BNN adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non Kementerian Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.

Dengan pertimbangan dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Narkotika Nasional (BNN) guna optimalisasi pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, pemerintah memandang perlu penyetaraan hak keuangan dan fasilitas.

Atas pertimbangan tersebut, pada 4 Juli 2019, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 47 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (tautan: Perpres Nomor 47 Tahun 2019 – Salinan).

Perpres ini merubah beberapa ketentuan dalam Perpres Nomor 23 Tahun 2010, diantaranya Pasal 60 menjadi: Kepala BNN merupakan Jabatan Pimpinan Tinggi Utama (sebelumnya jabatan struktural eselon I.a, red); Sekretaris Utama, Deputi, dan Ispektur Utama merupakan jabatan struktural eselon I.a atau Jabatan Pimpinan Tinggi Madya (sebelumnya jabatan struktural eselon I.a, red).

Untuk Direktur, Inspektur, Kepala Pusat, Kepala Biro, dan Kepala BNNP merupakan jabatan struktural eselon II.a atau Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (sebelumnya jabatan struktural eselon II.a, red); Kepala Bagian, Kepala Subdirektorat, Kepala Bidang, dan Kepala BNNK/Kota merupakan jabatan struktural eslon III.a atau Jabatan Administrator (sebelumnya jabatan struktural eselon III.a, red).

Sedangkan Kepala Subbagian, Kepala Subseksi, dan Kepala Subbidang merupakan jabatan struktural eselon IV.a atau Jabatan Pengawas (sebelumnya jabatan struktural eselon IV.a, red).

Kepala BNN sebagaimana dimaksud diberikan hak keuangan dan fasilitas setingkat menteri,” bunyi Pasal 62A Perpres ini. Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu pada 8 Juli 2019 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly.

Dipertegas saja bahwa Kepala BNN pertanggungjawabannya (langsung) ke presiden. Status BNN ditingkatkan seperti BNPT yang langsung di bawah presiden. (BNN) menjadi setingkat kementerian.

Artinya, lembaga ini garis koordinasi lebih linear dengan kementerian-kementerian. Diperlukan karena sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan negara melawan kejahatan dan penyalahgunaan narkotika.

Keunggulan lain dari peningkatan BNN sejajar dengan kementerian adalah politik anggaran yang tentunya akan turut meningkat. Nah!!

BACA JUGA: majalah EKSEKUTIF edisi cetak, klik ini

Program BNN Indonesia Bersinar Kenapa Meredup?

Program BNN Indonesia Bersinar Kenapa Meredup?

Program BNN Indonesia Bersinar Kenapa Meredup?

Program BNN Indonesia Bersinar Kenapa Meredup?

[ad_2]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »