Judul: Gadis Bunga Jepang
Pengarang: Lan Fang
Tahun Terbit: 2007
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 284
ISBN: 978-979-22-2404-7
Novel Gadis Bunga Jepang mengisahkan tentang seorang cinta dan derita para perempuan akibat kondisi sosial dan perang. Perempuan selalu menjadi korban dari kondisi sosial, apalagi perang.
Namun sebagai pihak yang dikorbankan, perempuan masih terus mencari cinta yang hakiki. Cinta yang harus diperjuangkan. Cinta kepada anak-anak yang dilahirkan, dikehendaki atau tidak dikehendaki.
Kisahnya sendiri mengambil waktu dari tahun 1941 sampai dengan tahun 2003. Kisah terbagi dalam dua bagian rentang waktu.
Pertama adalah tahun 1941 1943, sebagai prolog, 1943-1945, masa dimana Jepang berkuasa di Indonesia dan tahun 2003 dimana Matsumi bertemu kembali dengan anak yang ditinggalkannya ketika ia terpaksa pergi dari Surabaya kembali ke Jepang.
Kisah dibuka dengan persiapan Lestari yang akan menerima calon menantu dan calon besannya. Lestari mengelola Panti Asuhan yang ditinggalkan Sujono ayahnya.
Ia membesarkan Maya, seorang bayi perempuan yang ditinggalkan di Panti Asuhan yang dikelolanya. Maya akan menikah dengan seorang pemuda Jepang bernama Higashi.
Kisah kemudian melompat ke tahun 1943, dimana seorang perempuan bernama Matsumi alias Tja Kim Hwa. Ia datang ke Surabaya karena diinginkan oleh seorang pimpinan tentara Jepang yang bernama Shosho Kobayashi.
Karena dalam tradisi orang Jepang, perempuannya tidak boleh menjadi pelacur, maka Matsumi harus menyamar sebagai Tjao Kiem Hwa.
Tjoa Kim Hwa tinggal di semuah rumah yang merada di wilayah yang disebut Kembang Jepun. Wilayah ini, selain menjadi wilayah perdagangan juga menjadi wilayah yang menyediakan hiburan, termasuk hiburan malam.
Di sela-sela tugasnya ternyata dia jatuh cinta dengan seorang lelaki bernama Sujono. Sujono sehari-harinya bekerja di Toko Babah Ong sebagai tukang angkut kain.
Sujono sendiri sebenarnya sudah beristri dan sudah mempunyai satu anak lelaki. Namun kehidupan rumah tanggap Sujono tidak bahagia. Pernikahan Sujono dengan Sulis bukan terjadi karena cinta.
Tetapi karena dipaksa sebab Sulis sudah mengandung benih di rahimnya. Celakanya, selain berhubungan dengan Sujono, Sulit juga berhubungan dengan Wandi, seorang tukang becak.
Jadi Sujono ragu apakah anak lelaki tersebut adalah benar-benar anaknya.
Tak dinyana, hubungan gelap Sujono dengan Matsumi menghasilkan benih yang tumbuh di rahim Matsumi.
Karena Matsumi sudah memiliki tabungan dan mampu hidup mandiri, makai a memutuskan untuk meninggalkan rumah pelacuran dan hidup bersama Sujono.
Namun apa daya. Jepang kala! Matsumi harus kehilangan segalanya. Ia harus meninggalkan Indonesia dengan tetap menyamar sebagai Tjoa Kim Hwa.
Ia meninggalkan Kaguya, bayi perempuannya di Klenteng. Untunglah Kaguya akhirnya bisa bertemu dengan Sujono – ayahnya dan hidup bersama.
Kisah kemudian kembali ke tahun 2003, dimana Lestari – yang adalah Kaguya, bertemu dengan calon besannya. Ternyata Higashi adalah anak angkat dari Matsumi.
Dalam novel ini Lan Fang menggambarkan penderitaan perempuan akibat perang dengan dibumbui seks dan cinta. Lan Fang tak ragu mengungkapkan perilaku seks yang lembut, tetapi juga seks yang kasar tetapi penuh gairah.
Namun yang lebih menarik adalah Lan Fang mampu mengungkapkan perjuangan para perempuan dalam mempertahankan cinta. Ada tiga tokoh perempuan yang ditonjolkan dalam novel ini.
Pertama adalah Sulis. Sulis adalah seorang penjual jamu yang menambah penghasilan dengan memberikan layanan seks kepada para lelaki.
Sulis menikmati hubungannya dengan Wandi yang kebapakan dan melakukan seks secara lembut. Wandi juga sangat dermawan dalam memberikan uang kepadanya.
Selain dengan Wandi, Sulis juga berhubungan dengan Sujono yang melakukan seks dengan kasar dan penuh gairah. Akibat hubungannya dengan kedua lelaki itu, Sulis hamil.
Ia memilih Sujono untuk bertanggung jawab. Di sinilah Lan Fang menunjukkan bagaimana upaya Sulis untuk memberikan cinta kepada anaknya.
Ia tidak yakin apakah anak tersebut adalah anak Sujono. Tetapi ia memperjuangkan supaya anaknya punya status. Ada bapaknya! Sulis tahu bahwa pilihannya kepada Sujono akan mengakibatkan hidupnya lebih sulit daripada kalau ia memilih Wandi. Sebab Sujono adalah seorang lelaki yang malas.
Sujono juga tukang mabok. Beda kalau ia memilih Wandi. Meski ia akan dijadikan istri kedua tetapi ia akan mendapatkan cukup uang untuk membesarkan anaknya.
Sulis rela kembali bekerja sebagai penjual jamu saat kandungannya semakin besar. Ini demi kehidupan anaknya kelak. Sulis tahan menderita demi mempertahankan cinta.
Perempuan kedua yang ditonjolkan oleh Lan Fang dalam novel ini adalah Matsumi. Sebagai seorang geisha kelas tinggi, ia rela mengikuti Shosho Kobayashi ke Surabaya.
Namun di Surabaya ia kurang mendapatkan perhatian dari Shosho Kobayashi yang sangat sibuk. Jalinan asmaranya dengan Sujono yang memberinya kenikmatan seksual yang kasar dan penuh gairah, membawanya kepada cinta.
Lan Fang menggambarkan bagaimana Matsumi harus mempertahankan bayinya saat Jepang kalah.
Perempuan ketiga yang ditonjolkan oleh Lan Fang dalam novel ini adalah Lestari alias Kagoya. Lestari memilih untuk tidak menikah.
Ia menyibukkan diri dengan memelihara Sujono – ayahnya dan mengelola Panti Asuhan. Cintanya dicurahkan kepada Sujono dan bayo-bayi yang ditinggalkan di Panti Asuhan.
Hal lain yang menarik dari novel ini adalah bagaimana Lan Fang menggambarkan orang Tionghoa.
Dalam novel ini Lan Fang menggunakan Babah Oen, seorang Tionghoa Peranakan sebagai pemilik toko kain. Ini juga menggambarkan situasi Bunga Jepang yang dipenuhi dengan rumah-rumah besar milik Tionghoa Peranakan. Karya Oen babah dan rumah-rumah besar Tionghoa Peranakan sangat khas Tionghoa di Jawa.
Selain dari penggambaran orang-orang cina peranakan, Lan Fang juga memasukkan banyaknya orang cina dari daratan Tiongkok yang datang melalui kapal yang berlabuh di Tanjung Priuk.
Kondisi para imigran baru ini sungguh memprihatinkan. Lelah, dekil dan lapar. Kondisi mereka sangat kontras dengan para peranakan yang sudah Makmur di Jawa. 624