Palu Hakim Untuk Memaksa Penyalah Guna Menjalani Rehabilitasi Bukan Memenjarakan

[ad_1]

MATRANEWS.id — Anang Iskandar (Ahli Hukum Narkotika): Palu Hakim Untuk Memaksa Penyalah Guna Menjalani Rehabilitasi Bukan Memenjarakan.

Dalam suasana sidang yang menarik perhatian publik. Anang Iskandar menggambarkan betapa pentingnya pemahaman yang komprehensif tentang hukum pidana narkotika.

Kenapa? Karena melibatkan aspek penting penegakan hukum narkotika sebagaimana diatur dalam UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Yuli Sintesa Tristania SH MH, didampingi dua hakim anggota dan Jaksa Penuntut Umum Setyo Adhi Wicaksono, Anang Iskandar memberikan penjelasan yang mendalam mengenai solusi bagi masalah penyalahgunaan narkotika.

Menurut Komjen Pol (P) Dr Anang Iskandar ahli hukum pidana narkotika dari Universitas Trisakti, UU no 35 tentang narkotika telah mengatur dua pendekatan dalam menangani penyalahgunaan narkotika secara preventif dan represif.

Dalam UU no 35 tentang narkotika mengatur solusi masalah penyalahgunaan narkotika, secara preventif dengan mewajibkan penyalah guna secara sukarela “mau” melaporkan diri ke IPWL untuk mendapatkan layanan rehabilitasi seraya menggugurkan status pidananya (prevention without punismen); dan

Secara represif, penyalah guna yang “tidak mau” melaporkan diri secara sukarela, dapat ditangkap, disidik, dituntut dan didakwa serta diadili secara restorative justice dengan hukuman pengganti berupa menjalami rehabilitasi atas keputusan atau penetapan hakim.

Meskipun penyalah guna ada hubungan dengan pengedar dalam transaksi kriminal, namun penyalahguna tidak boleh dianggap sebagai turut serta melakukan tidak pidana peredaran gelap narkotika, dan tidak boleh tuntutan dengan cara me-junto-kan dengan pasal 55 KUHP karena beda tujuan penegakan hukumnya (pasal 4cd)

Sidang perkara narkotika yang menimpa Kombes Pol Yulius Bambang Karyanto dipimpin Hakim Ketua Yuli Sintesa Tristania SH MH didampingi dua hakim anggota dan Jaksa Penuntut Umum Setyo Adhi Wicaksono, Anang Iskandar memberikan jawaban dari pertanyaan, soal aspek penegakan hukum yang diatur dalam UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika.

Ahli hukum narkotika dari Usakti tersebut menjelaskan bahwa: Perkara narkotika dibedakan antara perkara penyalahgunaan narkotika dan perkara peredaran gelap narkotika, pembedanya terletak pada tujuan kepemilikannya.

Kalau tujuannya untuk dikonsumsi, baik diri sendiri maupun rame rame dalam pesta narkotika maka tergolong sebagai penyalah guna narkotika

Jika tujuannya untuk diperjual belikan guna mendapatkan keuntungan maka tergolong sebagai pengedar narkotika.

Lanjut Anang Iskandar menjelaskan bawa dalam memeriksa perkara penyalahgunaan narkotika, hakim wajib memperhatikan tujuan kepemilikan narkotikanya. Apakah kepemilikannya untuk diedarkan atau untuk dikonsumsi ?

Khusus dalam memeriksa perkara kepemilikan narkotika untuk dikonsumsi (perkara penyalahgunaan narkotika), hakim lebih dulu wajib (pasal 127/2) memperhatikan kondisi taraf ketergantungan terdakwanya melalui hasil assesmen,

Kemudian wajib menggunakan kewenangan hakim berdasarkan pasal 103 yaitu kewenangan dapat memutus atau menetapkan yang bersangkutan menjalani rehabilitasi.

Mantan kepala BNN RI 2012-2015 tersebut juga menjelaskan bahwa politik hukum narkotika dalam menanggulangi masalah penyalahgunaan narkotika, dijelaskan dalam tujuan dibuatnya UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika dimana negara menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi penyalah guna narkotika.

Maknanya penyalah guna narkotika dijamin UU mendapatkan layanan rehabilitasi baik secara sukarela (secara preventif) maupun secara paksa atas keputusan atau penetapan hakim (secara represif).

Dengan demikian meskipun penyalah guna diancam pidana penjara secara yuridis tidak dihukum penjara, sebagai gantinya dipaksa menjalani rehabilitasi oleh hakim.

Mantan Kabareskrim Polri 2015-2016 tersebut juga menjelaskan bahwa pasal 112, pasal 114, pasal 116 adalah pasal pasal yang diperuntukan bagi kejahatan kepemilikan narkotika dan kepemilikan yang tujuannya diedarakan (pengedar) ditandai dengan struktur ancaman pidananya dengan menggunakan struktur komulatif antara pidana penjara minimum – maksimum dan pidana denda minimum – maksimum.

Sedang pasal 127/1 secara khusus diperuntukan bagi kepemilikan narkotika untuk dikonsumsi, dimana struktur ancamannya menggunakan struktur ancaman khusus, dengan ancaman pidana maksimum 4 tahun penjara.

Artinya penyalah guna itu perkara pidana narkotika minor, berdasarkan pasal 103 hukumannya menjalani rehabilitasi secara paksa atas putusan atau penetapan hakim.

Anang Iskandar yang dikenal sebagai bapaknya rehabilitasi juga menjelaskan tentang restorative justice berdasarkan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika.

Hanya perkara kepemilikan narkotika dengan jumlah terbatas untuk dikonsumsi (penyalah guna narkotika) saja yang proses pengadilannya secara restorative justice

Restorative justice adalah proses peradilan dimana hakim berkewajiban merestoratif proses pengadilan dengan tujuan untuk memulihkan kondisi korbannya dan hakim berwenanga untuk merestoratif bentuk hukuman menjadi kewajiban menjalani rehabilitasi atas putusan atau penetapan hakim.

Hakim dalam memeriksa perkara penyalahgunaan narkotika, terlebih dulu wajib memperhatikan ketentuaan pasal 54 (apakah terdakwa penyalah guna narkotika termasuk golongan pecandu atau korban penyalahgunaan narkotika), dan

Selanjutnya hakim wajib untuk menggunakan kewenangan berdasarkan pasal 103 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika yaitu kewenangan hakim dapat memutuskan terdakwa untuk menjalani rehabilitasi bila terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika atau menetapkan terdakwa menjalani rehabilitasi bila tidak terbukti bersalah.

Untuk diketahui, terdakwa Yulius Bambang Karyanto adalah Pejabat penting di lingkungan Polri, sebelum ditangkap oleh jajaran Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya.

Kombes Yulius Bambang Karyanto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana narkotika dengan barang bukti sabu sejumlah 0, 759 gram, alat penghisap berupa botol dan pipa serta korek api.

Masalahnya Kombes Yulius Bambang Karyanto didakwa melanggar pasal 114 ayat (1) juncto pasal 55 ayat 1 KUHP subsider pasal 112 ayat (1) juncto pasal 55 ayat (1) KUHP subsider pasal 116 ayat (1) juncto pasal 55 KUHP UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika sebagai pengedar narkotika.

Mestinya pelaku kejahatan narkotika dengan BB berjumlah terbatas, tujuannya untuk dikonsumsi dakwaannya berdasarkan pasal tunggal dengan ancaman pidana maksimum 4 tahun penjara.

Salam anti penyalahgunaan narkotika. Rehabilitasi penyalahgunanya, penjarakan pengedarnya.

  • foto: istimewa Times: Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI) Tahun 2012-2015, Dr Anang Iskandar, dihadirkan sebagai saksi ahli

BACA JUGA: majalah EKSEKUTIF edisi Agustus 2023, klik ini

[ad_2]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »