[ad_1]
“Seharusnya waktu itu kau sudah terlahir. Kata dokter sepertinya tak ada kehidupan di perut ibu. Hanya saja entah mengapa mata ibu selalu melihat al Quran. Ada rasa ingin selalu mebacanya, walau ibu kurang fasih membacanya. Ibu terus membacanya dan di saat ibu membacanya perut ibu juga ikut bergerak bertanda kau itu hidup. Masih ada kehidupan di perut ibu. Ketika ibu berhenti membacanya maka gerakan itu terhenti juga,”
“Apakah karena itukah namaku ibu?”
“iya, karena itulah namamu Qurani. Dan tepat hari kelahiranmu ini, 12 September, juga kuazamkan tuk berpuasa. Semoga kelak kau sukses dunia akhirat.”
***
Ibu terimakasih, jazaakumullahu khoiron.
Terimakasih telah mengajariku kehidupan dan bagaimann hidup dalam kehidupan.
Ketika SD, waktu itu engkau selalu ada di balik jendela kelas hanya tuk mengatakan, “Nun maju. Nulisnya harus cepat, jangan mau dikalah dan menjadi terbelakang!”. Dan dari situlah ku belajar tuk selalu berani dan gesit.
Waktu itu, hanya saya sendiri yg mendapat nilai nol untuk matematika, hingga sepanjang pulang ke rumah aku mennangis bahkan meraung setiba di rumah karena diejek teman. Dan di saat itulah kau ada semakin berjuang bersama ayah untuk menjadi guruku. Hingga akhirnya kuraih juara kelas.
Ketika di pondok kau pun masih ada. Tak henti menyelipkan surat agar aku terus semangat belajar dan berprestasi. Hingga akhirnya ku menjadi juara kelas sekaligus santri teladan.
Lalu dalam rantau dunia kuliah, seperti biasa kau pun selalu hadir menjadi motivator. Beberapa kali kukeluhkan akan sulitnya hafalanku, dan akhirnya darimu kumengerti tak ada yang perlu dikeluhkan.
Ketika sidang skripsi tiba, tak kalah antusiasnya dirimu ikut serta menunggu menemani. Bahkan sebelum itu ternyata diam-diam dirimu selalu mengintip ke kamarku dengan penuh harapan dan ribuan bisikan doa.
Bahkan ketika pesawatku sudah siap landas, ternyata ibu dan ayah belum juga pulang, dengan alasan, “Ayah dan ibu masih menunggu dan tidak akan akan pulang, hingga pesawatmu telah tak terlihat lagi dari bawah sini, Nun.”
Ibu, ibu, ibu, ayah..
Jazaakumullahu khoiron, sejak itulah entah bagamaina saya bisa kehilanganmu…
Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku dan kasihanilah mereka sebagaimana mereka membesarkanku ketika aku masih kecil..
[ad_2]
Sumber Berita