[ad_1]
Perpustakaan dengan berbagai konsep unik pun menjadi tren di komunitas pembaca buku. Salah satu perpustakaan yang konsepnya tidak biasa ini ialah Bookhive, yang mulai bergerak di Jakarta sejak tahun 2020, persis ketika pandemi mulai mencengkeram di tanah air. Perpustakaan mini ini justeru menjadi buah bibir, karena hadir pada saat banyak orang mencari bacaan spesial di tengah situasi pembatasan mobilitas.
Lapak Bookhive yang pertama di daerah Menteng, Jakarta Pusat. Perpustakaan mini hanya berupa rak buku yang dipasang di seberang Taman Situ Lembang. Koleksi yang ditawarkan awalnya adalah buku-buku bekas layak baca yang dikumpulkan oleh pendiri perpustakaan, Farid Hamka, bersama teman-temannya.
Sistem peminjaman buku di Bookhive ini berbeda dengan perpustakaan umum. Di Bookhive orang tak perlu mendaftar menjadi anggota. Di perpustakaan biasa, buku umumnya disediakan oleh pihak perpustakaan. Di Bookhive, sistemnya kurang lebih tukar-tambah. Pengunjung diminta membawa buku-buku yang layak milik mereka yang akan ditukar, tinggal letakkan di bagian rak yang kosong dan ambil buku yang diinginkan. Konsep utama ialah saling berbagi buku. Namun, tidak jarang ada mengambil buku, membacanya di rumah, dan setelah selesai mengembalikannya ke rak Bookhive, karena menganggap ada orang lain yang memerlukan.
Bookhive terinspirasi oleh kegiatan serupa di banyak negara Barat, seperti Swedia dan Norwegia. Ada Little Library, yang merupakan perpustakaan mini dengan sistem tukar tambah buku yang dioperasikan di sudut-sudut di kota. Kini Little Library yang sudah ada di 90 negara. Inisiasi lainnya adalah Book Fairies Worldwide, yang merupakan komunitas di mana pembaca bisa saling berkirim buku ke pembaca lain dari berbagai penjuru dunia. Di India tukar tambah buku lewat perpustkaan juga menjamur.
Letak Bookhive cukup strategis, di seberang taman Situ Lembang yang mudah diakses oleh pejalan kaki. Terbuka untuk semua kalangan. Beberapa keluarga muda tampak sering mendatanginya pada akhir pekan. Beberapa kelompok penggemar olah raga jalan kaki dan gowes sering terlihat istirahat di tepi kolam dan taman kota itu sambil bergantian menukarkan buku koleksinya. Di saat pandemi mulai melandai, para anggota komunitas buku bacaan mulai terlihat ngopi bareng secara offline di sekitar lokasi Bookhive.
Dalam pengadaan buku-bukunya, Bookhive bekerja sama dengan berbagai kalangan, seperti dengan Kedutaan Irlandia dalam merayakan Bloomsday, hari perayaan karya penulis ternama Irlandia James Joyce. Dalam perayaan ini, pihak kedutaan menyumbangkan berbagai buku karya penulis terkenal di Irlandia, seperti karya W.B. Yeats, Patrick Kavanagh, dan tidak ketinggalan James Joyce sendiri. Jelas, keren kan.
Bookhive juga suka bekerja sama dalam gelaran “kampanye buku” dengan penggiatan minat baca dari Klub Buku What BTS Read, yakni komunitas pembaca buku yang anggotanya juga penggemar grup musik BTS Korea Selatan. Untuk merayakan ulang tahun salah satu anggota BTS, Kim Namjoon, pihak klub menyumbangkan beberapa judul buku yang merupakan buku kesayangan Kim Namjoon.
Bookhive di Jakarta itu diinisiasi oleh Farid Hamka, pria muda yang lahir dan besar di Jakarta. Farid menjalani kuliah di The London School of Economics, Inggris, dan lulus sebagai bacheclor di bidang studi Government and Economics. Farid sempat bekerja di bidang konsultasi manajemen, namun ia kini memilih profesi sebagai penulis lepas yang bisa menulis dalam berbagai macam tema, bahkan ia juga suka menulis cerita pendek dan dalam bentuk artikel, cerita pendek, atau puisi.
Bookhive diakui Farid dibangun sebagai bingkisan untuk Jakarta, kota yang ia cintai. Sejak pandemi Covid-19 melanda ia tak bisa lagi bepergian ke perbagai kota dan negara lain seperti biasanya. Farid memilih menghabiskan waktu berkunjung ke berbagai tempat di Jakarta. Dari situ, ia justeru meraih berkah : menjadi lebih mengenal dan menghargai kota kelahirannya. Ia lalu membangun Bookhive sebagai bentuk apresiasi.
Bekerja sama dengan Dinas Perpustakaan dan Dinas Pertamanan Jakarta, gagasan Bookhive itu pun ia gulirkan. Seiring waktu, perpustakaan mini ini mendapatkan sambutan positif dari para pembaca buku yang yang merasa menemukan komunitas dan sarana membaca yang segar dan baru. Semakin banyak orang mendatangi Bookhive, yang arti harfiahnya adalah sarang buku. Model tukar tambah, yang sering disebut pula dengan istilah “tukar guling” dianggap menarik, karena tidak memerlukan biaya dan lebih menekankan semangat berbagi.
Farid dan teman-teman membuka sarang di dua tempat lain, yakni di Taman Spatodhea, Ragunan, Jakarta Selatan, dan Taman Suropati di Jakarta Pusat. Setelah sempat beberapa bulan tutup karena ledakan pandemi di Jakarta, memasuki September 2021 kedua perpustakaan mini itu mulai dibuka lagi, dengan kewajiban menjalankan prokes bagi pengunjungnya.
Peminat baca di Indonesia terus meningkat. Tak ada salahnya bila langkah serupa diikuti oleh kota-kota lain di Indonesia, untuk menggairahkan minat baca yang lebih kuat di kalangan masyarakat. Relasi antara minat baca dan kemampuan berpikir kritis sangat nyata. Sikap kritis itu sangat berguna untuk menjauhkan masyarakat dari korban hoax, fake news, atau informasi lain yang menyesatkan.
Masyarakat yang maju ditandai dengan minat baca yang tinggi. Masyarakat di Eropa Utara dan Barat sudah punya tradisi panjang dengan literasi yang tinggi, dan itu seiring dengan kemajauan yang telah dicapainya. Hal serupa juga terlihat dari negara-negara Timur yang mencatat kemajuan luar biasa dalam tiga dasawarsa terakhir, seiring kemajuan literasinya, seperti terlihat di Korea Selatan, Taiwan, China, Singapura, dan belakangan ini India. (PTH)
Pengarang: Indy Keningar
[ad_2]
Sumber Berita