Beretika Dalam Penegakan Hukum, Catatan Francisca Romana, S.H.,M.H.

[ad_1]

MATRANEWS.id — Keterlibatan TNI dalam proses penegakkan hukum telah menjadi polemik dan menuai pro dam kontra.

Pertama ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) 2 orang anggota TNI aktif yang menjadi pimpinan sebuah Lembaga Sipil Badan SAR Nasional (Basarnas). Kejadian ini menimbulkan polemik pro dan kontra di tengah masyarakat, siapa sebenarnya yang berhak melakukan penyidikan dan penahanan terhadap pelaku korupsi di Basarnas tersebut.

Pada akhirnya polemik mereda ketika KPK bersama Danpuspom TNI memberikan pernyataan bersama dalam konperensi pers bahwa TNI dan KPK mempunyai semangat yang sama dalam pemberantasan korupsi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Kedua ketika Mayor TNI Dedi Hasibuan dan beberapa perajurit TNI menggeruduk Polrestabes Medan untuk meminta penangguhan penahanan terhadap ARH yang menjadi tersangka  dugaan tindak pidana pemalsuan surat. Kejadian ini di viralkan di Media Social. ARH adalah saudara Mayor TNI Dedi Hasibuan yang ditunjuk sebagai penasehat hukumnya. Kejadian ini menimbulkan polemik kembali.

Tindakan Mayor TNI Dedi Hasibuan dan rekan-rekannya menggruduk Polretabes Medan adalah merupakan sebuah pelanggaran dan tindakan yang keliru. Tetapi, kedudukannya sebagai penasehat hukum saudaranya tidak melanggar ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, walaupun sebagai anggota TNI yang masih aktif.

Sebagai contoh pada kasus-kasus terdahulu, yakni kasus Pidana Ratna Kuswati binti Kuswandi Sahroni di Pengadilan Negeri Slawi dan kasus Pidana atas nama Budi Sumarta di Pengadilan Negeri Purwakarta.

Hal ini merujuk pada UUD 1945, KUHAP, UU Advokat, UU TNI, Putusan Mahkamah Konstitusi No: 006/PUU-II/2004 tanggal 13 Desember 2004. UU Kekuasaan Kehakiman; UU Bantuan Hukum; SEMA Nomor 2 Tahun 1971. Surat Ketua MAHKAMAH AGUNG Nomor: MA/Kumdil/8810/IX/1987 tertanggal 21 September 1987, Buku II Mahkamah Agung RI tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan.

Dari permasalahan-permasalahan tersebut di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa inti persoalannya sesungguhnya ada pada etika dalam proses penengakkan hukum.

Permasalahan kasus pertama adalah tidak adanya komunikasi dan koordiansi yang baik dan beretika antara dua institusi. Sedangkan pada kasus kedua, permasalahannya terletak pada etika menjadi seorang penasehat hukum yang baik.

Etika itu diperlukan agar manusia hidup harmoni dengan tidak melanggar hak-hak orang lain yang dapat menyebabkan terjadinya disharmoni. Sedangkan Hukum diperlukan untuk mencegah dan menyelesaikan pelanggaran atas hak-hak itu.

Jakarta, 13 Agustus 2023

*) Francisca Romana, S.H.,M.H., Praktisi Hukum, Alumni Lemhanas PPRA 57, DPP ISKA.

[ad_2]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »