[ad_1]
MATRANEWS.id — Tersangka penyalah guna narkotika Ammar Zoni Cs yang ditangkap Penyidik Polres Metro Jakarta Selatan karena memiliki, menguasai, membeli narkotika dengan jumlah terbatas, untuk dikonsumsi, hasil labnya positif menggunakan narkotika adalah penyalah guna narkotika bagi diri sendiri.
Penyalah guna dalam proses penegakan hukum, penyidiknya diwajibkan UU untuk mengetahui kondisi taraf ketergantungan penyalah gunanya dengan meminta bantuan ahli yang diberi kewenangan melakukan visum et repertum atau assesmen.
Dari hasil visum atau assesmen akan diketahui bahwa Ammar Zoni adalah pecandu dengan taraf kecanduan tertentu.
Selama tidak ditemukan bukti bahwa narkotika yang dibeli tersebut dijual kembali dan yang bersangkutan tidak menjadi anggota sindikat peredaran gelap narkotika.
Maka, secara yuridis Ammar Zoni adalah penyalah guna bagi diri sendiri, secara khusus diancam pasal 127/1 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Pelaku kejahatan tersebut, selama proses pemeriksaan ditingkat penyidikan, penuntutan dan pengadilan tidak memenuhi sarat dilakukan penahanan.
Penegak hukum justru diwajibkan UU untuk melakukan tindakan yang bersifat rehabilitatif sesuai pasal 4, tujuan dibuatnya UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Penyidik dan penuntut umum serta hakim diwajibkan untuk menempatkan penyalah guna kedalam lembaga rehabilitasi berdasarkan pasal 4 d UU no 35/2009 yo pasal 13 PP 25/2011.
Dan khusus hakim dalam memeriksa perkara penyalahgunaan narkotika, diwajibkan menjatuhkan hukuman rehabilitasi berdasarkan pasal 103 dengan terlebih dulu memperhatikan pasal 54 UU no 35 tahun 2009, tentang narkotika yaitu tentang taraf kecanduan yang diderita terdakwanya.
Taraf kecanduan penyalah guna wajib diketahui oleh hakim yang memeriksa perkara kepemilikan narkotika bagi diri sendiri (pasal 127/2).
Guna menentukan berapa lama penyalah guna harus dijatuhi hukuman menjalani rehabilitasi agar sembuh dan pulih seperti sedia kala.
Itu sebabnya, ketika saya dengar kalau Ammar Zoni dijerat pasal 112/1 subsider pasal 127/1 dan dilakukan penahanan (merdeka.com), saya ‘ngelus dada’. Kalau ditahan, artinya dia diposisikan sebagai pengedar narkotika.
Jika tersangka ditahan ditingkat penyidikan dengan pasal 112/1 subsider pasal 127/1. Maka, kemungkinan juga ditahan di tingkat penuntutan dan pengadilan serta dijatuhi hukuman penjara. Dengan tuntutan melanggar pasal 112/1 subsider pasal 127/1, seperti selama ini lumrah terjadi.
Di situlah, terjadi malpraktek penegakan hukum yang menyebabkan penyalah guna di penjara, yang berdampak lapas over kapasitas.
Tersangka penyalah guna membeli narkotika itu karena tuntutan sakit adiksi yang dideritanya, kalau tidak mengkonsumsi atau menggunakan narkotika justru akan mengalami sakau.
Konstruksi UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika mengatur tentang kejahatan kepemilikan narkotika, dengan ancaman pidana penjara dengan pemberatan, berupa pidana minimum dikomulatifkan dengan pidana denda minimum.
Dikecualikan dari hukuman tersebut, bila kejahatan kepemilikan narkotika tujuannya untuk dikonsumsi atau digunakan bagi diri sendiri, diancam pidana secara khusus berdasarkan pasal 127/1 UU no 35 tahun 2009. Tentang narkotika dengan hukuman berupa menjalani rehabilitasi “melalui” keputusan atau penetapan hakim (pasal 103).
Perkara narkotika yang dilakukan oleh Ammar Zoni tidak dapat dihentikan oleh penyidik atau penuntut umum atas dasar restorative justice, karena restorative justice berdasarkan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika hanya diberikan kepada hakim, untuk merestor bentuk hukuman dari penjara menjadi rehabilitasi agar sembuh dan pulih seperti sedia kala.
Ammar Zoni juga tidak dapat dituntut secara subsideritas.
Kenapa?
Karena beda tujuan penegakan hukum antara penyalah guna bagi diri sendiri (pasal 127/1) dan pengedar pasal 112/1 berdasarkan pasal 4 cd tujuan dibuatnya UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Pasal 127/1 selengkapnya sebagai berikut:
Setiap Penyalah Guna:
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
Pelaku kejahatan penyalah guna narkotika tidak memenuhi sarat dilakukan penahanan.
Secara medis penyalah guna adalah penderita sakit adiksi ketergantungan narkotika dan secara sosial penyalah guna narkotika adalah penderita gangguan perilaku.
Pelaku kejahatan demikian tidak dapat mempertanggung jawabkan perbuatan pidananya, oleh karena itu hukuman bagi penyalah guna ditentukan berupa hukuman pengganti berupa menjalani rehabilitasi.
Penyidik, penumtut umum dan hakim diberi kewajiban menempatkan penyalah guna kedalam lembaga rehabilitasi selama proses pemeriksaan, dengan lebih dulu minta dilakukan assesmen oleh ahli bahwa penyalah guna ynang sedang dalam pemeriksaan kondisinya dalam keadaan ketergantungan narkotika (pecandu).
Khusus hakim, diberi kewajiban untuk memperhatikan kondisi penyalah gunanya melalui keterangan ahli (pasal 54) dan kewajiban untuk menggunakan kewenagan hakim dapat memutuskan atau menetapkan penyalah guna untuk menjalani rehabilitasi (pasal 103/1)
Masa menjalani rehabilitasi atas keputusan atau penetapan hakim tersebut diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman (pasal 103/2)
Masa rehabilitasi atas perintah penyidik, penuntut umum dan hakim selama proses pemeriksaan dikurangkan pada hukuman rehabilitasi yang diputuskan hakim.
Pelaku kejahatan sakit adiksi tersebut tidak dapat dijerat pasal kepemilikan narkotika berdasarkan pasal 112/1 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Kenapa?
Karena pasal 112/1 adalah pasal kepemilikan secara umumdimana ancamannya berupa pidana pemberatan berupa minimum 4 tahun penjara dan denda minimum 800 juta dan maksimum 8 milyard rupiah “hanya” diperuntukan bagi kejahatan kepemilikan selain untuk dikonsumsi.
Bentuk ancaman pidana komulatif pidana minimum dan denda minimum tersebut menunjukan bahwa pasal 112/1 diperuntukan hanya bagi pengedar narkotika. Penyalah guna narkotika bagi diri sendiri dikecualikan dari pasal ini, diatur secara khusus berdasarkan pasal 127/1.
Kejahatan kepemilikan narkotika “selain” untuk tujuan dikonsumsi di atur dalam pasal Pasal 112/1 dengan ancaman pidana komulatif bsrupa pidana minimum dan denda minimum.
Pasal 112/1 selengkapnya sebagai berikut:
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Bagaimana kalau penyalah guna seperti Ammar Zoni dijerat dengan pasal 112/1 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika ?
Kalau penyidik mendapatkan bukti bahwa kepemilikan narkotikanya untuk dijual, dan Ammar Zoni mendapatkan keuntungan dari jual beli tersebut atau penyidik mendapatkan bukti bahwa Ammar Zoni adalah anggota sindikat peredaran gelap narkotika, maka Ammar Zoni tepat dijerat dengan pasal 112/1,
Bagaimana kalau Ammar Zoni dijerat pasal 112/1 subsider pasal 127/1 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika ?
Kejahatan seperti yang dilakukan oleh Ammar Zoni tidak tepat dijerat secara subsidiaritas sebagai pengedar dan penyalah guna karena beda tujuan penegakan hukumnya, khusus tujuan penegakan hukum terhadap penyalah guna adalah menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan penyalah guna menjadi pecandu.
Selengkapnya pasal 4 cd menyatakan bahwa tujuan penegakaban hukum adalah memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu.
Kalau begitu yang tepat dijerat pasal berapa?
Pelaku kejahatan seperti Ammar Zoni hanya tepat dijerat pasal 127/1 saja, selama proses pemeriksaan disemua tingkat pemeriksaan tidak dilakukan penahanan tetapi ditempatkan ke dalam lembaga rehabilitasi (red: pasal 13 PP 25/2011) dan wakim wajib menjatuhkan hukuman menjalani rehabilitasi (pasal 103 UU no 35/2009)
Itu sebabnya saya menyarankan, agar penyalah guna narkotika, entah itu artis, atau para remaja, mahasiswa, masarakat biasa atau aparat penegak hukum sekali pun yang menjadi penyalah guna narkotika kemudian tertangkap, disidik, dituntut dan diadili, “wajib” ditempatkan kedalam lembaga rehabilitasi selama proses pemeriksaan dan dijatuhi hukuman rehabilitasi agar pulih seperti sedia kala.
Tempat menjalani rehabilitasi atas perintah penyidik, penuntut umum, hakim selama proses pemeriksaan dan eksekusi berdasarkan putusan atau penetapan hakim dilaksanakan di rumah sakit/puskesmas atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk
Jika hal tersebut diatas dilaksanakan, saya yakin tidak terjadi over kapasitas hunian lapas dan setelah menjalani hukuman rehabilitasi tidak terjadi relapse seperti yang dialami oleh Ammar Zoni, Rhido Rhoma, Tio Pakusadewo, Jenniver Dunn, ibra Azhari dan buuayak penyalah guna lain yang bukan artis.
Salam anti penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Rehabilitasi penyalah gunanya dan penjarakan pengedarnya.
Narasumber adalah Dr Anang Iskandar, SIK, SH, MH, Ahli Hukum Narkotika, Ketua Badan Narkoter Perindo.
[ad_2]