Bulan Oktober dikenal sebagai Bulan Bahasa. Terjadinya peristiwa Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 menjadi tonggak untuk menjunjung bahasa persatuannya, yakni bahasa Indonesia.
Akan tetapi, saat ini bahasa Indonesia mulai tergeser oleh pengaruh bahasa asing, salah satunya bahasa Inggris. Lalu, bagaimana eksistensi bahasa Indonesia pada era global saat ini?
Sayangnya, sebagian dari kekayaan bahasa etnik Indonesia kini telah punah dan sebagian lagi terancam punah. Hilang atau punahnya bahasa memiliki makna bahwa hilang pula kebudayaan negara.
Kita dapat memandang kebudayaan sebagai sudut pandang untuk melihat dunia. Saat satu bahasa etnik punah, maka hilang pula satu sudut pandang dalam memandang dunia, alam, dan seisinya.
Hilangnya bahasa juga menyebabkan hilangnya pengetahuan prasejarah serta pengetahuan ekologi tradisional
Suatu bahasa sangatlah penting untuk menjaga kultur dan juga bangsa. Tanpa bahasa, kultur akan menghilang seiring dengan perkembangan zaman.
Oleh karena itu, beberapa peraturan telah dibentuk untuk melindunginya. Salah satunya UUD 1945 Pasal 32 Ayat 2 (hasil amandemen keempat), “Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional”
Pemerintah lantas mengeluarkan UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Kemudian, muncul Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, Perlindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia.
Regulasi lain adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri No 40 Tahun 2007 tentang Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah
Terdapat beberapa negara yang menghadapi masalah multilingualisme dan multikulturalisme, salah satunya ada di Eropa, yaitu Perancis. Negara-negara yang terletak di benua Eropa (barat) merupakan negara industri dengan perekonomian yang kuat dan maju dalam segala bidang.
Imbas dari keadaan tersebut adalah pentingnya penguasaan bahasa-bahasa asing di Eropa, karena ukuran geografis yang relatif kecil namun terdapat banyak negara
Perdebatan yang terjadi terkait dengan bahasa dan kebudayaan tersebut terletak pada konsep “keseragaman dan keberagaman”. Jika keragaman dalam bahasa nasional tertentu lebih dominan, maka bahasa lokal atau etnik bisa menjadi punah.
Akan tetapi, jika keragaman yang terlalu mendominasi, maka dapat memicu disintegrasi bangsa (Suganda, 2021:67). Maka dari itu, bahasa nasional atau bahasa Indonesia memiliki peran terhadap permasalahan keragaman bahasa ini, yakni sebagai penguat nasionalisme bangsa
Selain bahasa etnik, tantangan lainnya adalah globalisasi. Seiring perkembangan zaman, banyak bahasa-bahasa internasional yang hadir serta memiliki kelebihan dalam memberikan akses pengetahuan, contohnya adalah bahasa Inggris.
Bahasa internasional inilah yang kemudian mengikis bahasa nasional. Hal ini disebabkan penutur lebih tertarik pada penggunaan bahasa internasional
Generasi muda saat ini pun menganggap penggunaan bahasa asing/internasional membuat mereka lebih gaul. Mirisnya, terkadang banyak orang yang meremehkan penutur yang berbahasa lokal.
Beberapa orang tua milenial juga memilih untuk menyekolahkan anak mereka ke sekolah Internasional. Apakah ini salah?
Tentu tidak, akan tetapi hal tersebut dapat menyebabkan anak mereka lebih mahir berbahasa internasional dibandingkan bahasa nasional maupun lokal, karena di sekolah Internasional tidak diberikan mata pelajaran bahasa Indonesia.