[ad_1]
Pandemi membuat manusia lebih banyak berinteraksi lewat daring. Dan, media sosial menjadi salah satu teknologi yang memfasilitasi aktivitas itu. Dilansir dari laman Databoks, data yang diperoleh dari App Annie menunjukkan bahwa durasi mengakses media sosial di tahun 2020 semakin meningkat. WhatsApp menduduki peringkat pertama dengan rata-rata 30.8 jam akses sebulan, disusul Facebook dan Instagram dengan durasi akses 17 jam.
Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah durasi bermain media sosial, maka semakin banyak pula informasi yang diperoleh. Entah itu informasi penting, ataupun tidak. Semakin menumpuknya informasi di media sosial, membuat sebagian informasi dikategorikan sebagai sampah, atau disebut sampah informasi. Ditambah lagi dengan interaksi para penggunanya yang membuat media sosial menjadi kian ramai dan sesak. Terlebih saat pandemi.
Selain informasi yang beragam, para penghuni media sosial atau netizen, juga sangat beragam. Mereka bebas mengekspresikan diri, beropini, mengajukan kritik dan berbagai kegiatan lainnya. Aktivitas netizen di media sosial ini memunculkan budaya baru dalam berkomentar. Microsoft.com pada Februarti 2021 lalu, melakukan penelitian tentang indeks kesopanan digital atau disebut Digital Civility Index (CDI), dan hasilnya, Indonesia mendapatkan poin paling buruk se-Asia Pasifik. Angka paling besar 47% dipengaruhi oleh hoaks dan penipuan, disusul ujaran kebencian dengan angka 27%, dan risiko diskriminasi 13%.
Dari indeks ini dapat dikatakan bahwa perilaku digital netizen Indonesia masih rendah. Jika berselancar kolom komentar berbagai platform media sosial, kita dengan mudah menemukan komentar dengan bahasa Indonesia, dan tak sedikit yang bernada negatif. Perilaku digital yang sedemikian rupa dapat berdampak buruk, tidak hanya bagi diri sendiri, tapi juga orang lain. Misal pada kasus mantan pacar Kaesang Pangarep yang akhirnya melaporkan beberapa netizen Indonesia ke pihak kepolisian Singapura karena merasa terancam dengan komentar yang ditujukan kepadanya. Belum lagi, kasus perundungan yang marak di media sosial, hingga akhirnya membuat korban depresi.
Untuk menghindari masalah-masalah tersebut, tentu bukan hal yang mudah. Karena, setiap orang memiliki perilaku dan cara bermedia sosial yang berbeda-beda. Namun, sebagai individu, Anda bisa melakukan beberapa cara bijak bermedia sosial di bawah ini:
1. Jangan Terlalu Lama Berselancar di Media Sosial
Dilansir dari laman Antimaximalist, masalah yang paling besar dalam bermedia sosial adalah, tanpa disadari kita terus scrolling timeline, terus mencari informasi-informasi yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan. Dari penelitian yang dilakukan Profesor Derrick Writz, menemukan bahwa ketika orang menggeser konten di media sosial secara pasif, tanpa disadari mereka terjebak dalam ‘perbandingan sosial’.
Untuk mengatasinya, cara bijak bermedia sosial yang bisa dilakukan ialah membatasi waktu. Di sebagian ponsel pintar, Anda bisa membatasi waktu akses di beberapa aplikasi, sehingga memudahkan Anda membatasi diri.
2. Berinteraksi dengan Konten yang Terbatas
Terjebak dalam media sosial, membuat Anda tidak bisa fokus dengan satu minat saja. Dengan sekali menggeser jari, Anda bisa menemukan suatu hal yang baru. Dan, tanpa sadar Anda terus menggeser jari, mengusap layar untuk mencari ‘sesuatu’. Lalu waktu berlalu begitu cepat, tapi ‘sesuatu’ itu tak kunjung ketemu dan berakhir sia-sia. Cara bijak bermedia sosial untuk mengatasi masalah ini, bisa dilakukan dengan membatasi konten yang ingin Anda lihat.
Pilih akun yang menurut Anda sudah cukup memberi informasi yang diinginkan. Dengan konten yang terbatas dan sesuai dengan minat, akan membuat Anda menghemat waktu saat bermain di media sosial. Cara ini juga dapat menghindarkan Anda dari interaksi dengan orang yang tidak sependapat, sehingga konflik dapat dicegah.
3. Perbanyak Percakapan yang Lebih Personal
Kesalahan dalam bermedia sosial yang kadang terabai adalah meninggalkan komentar seenaknya di akun yang tidak memiliki keterikatan dengan kita. Misalnya saja ikut mengomentari unggahan selebriti dengan pendapat pribadi yang menyudutkan atau menyinggung. Masalahnya bukan terletak pada Anda tidak boleh berpendapat, tapi Anda meninggalkan komentar di tempat umum, dan semua orang bisa membaca komentar Anda. Jika diibaratkan, seperti berteriak dan ngomel-ngomel dengan suara lantang di halte bus.
Untuk menghindari kebiasaan itu, Anda bisa memperbanyak percakapan ke ranah yang personal, misalnya lewat pesan pribadi. Cara bijak bermedia sosial ini akan lebih aman bagi Anda. Namun, pastikan juga komentar atau pesan Anda menggunakan bahasa yang baik dan sopan.
Bermain media sosial itu sudah seperti bermain di dunia nyata. Apapun yang Anda temukan di media sosial, seingin apapun berkomentar, ingat selalu untuk bersikap sopan dan tidak asal-asalan. Media sosial itu hanya wadah, isinya tetap kita yang bertanggung jawab.
[ad_2]
Sumber Berita