Sewidhak Rolas; Kearifan Lokal Bersubstansi Universal – Analisis

[ad_1]

Oleh: MNK Al Amin

Detik, menit, jam, hari, bulan, bahkan tahun, telah terlewati dan tak akan kembali. Hanya bisa dikenang dalam suatu catatan sejarah ataupun Kilas balik kenangan kita untuk refleksi diri. Menghitung amal baik atau buruk yang telah kita jalin dalam hidup ini, meliuk-liuk meliuk bagai keris seperti gambaran kehidupan manusia, selalu dan selalu silih berganti, sedih-bahagia, miskin-kaya, tenang-bingung, dan kondisi berpasangan lainnya.

Akhirnya, memiliki harapan perjalanan untuk berakhir lurus seperti ujung belati lurus jalan, bisa menenun syirootol mustaqim. Tidak lagi terbuai oleh warna-warni kekacauan sambat (mengeluh), karena dia sadar menjalankan dirinya untuk selalu sebut (dzikir) asmaNya berjalan pada jalan yang lurus akar syi Almustaqim. Sehingga, disinilah seorang pribadi di tempa untuk menjadi diri sendiri, sebagaimana lahirnya konsep-konsep dalam falsafah Jawa, di antaranya: adalah kepala adalah arah (lain orang lain pendapatnya), adalah napas adalah lubang (kehidupan lain dijalani, kematian/ tanggung jawab lain).

Hal inilah yang nanti secara lebih khusus akan mengantarkan pada konsep mengenal diri. Dalam istilah tasawuf, mungkin lebih populer dikenalkan dalam hadis qudsi (من عرف نفسه فقد عرف ربه: Siapapun yang mengenal dirinya sendiri maka hari akan mengenal Tuhannya).
Di sinilah PR hidup pribadi untuk menempa diri agar bisa menjadi diri sendiri, seperti: tidak mudah untuk sakit hati ketika dikatain orang lain, tidak bangga ketika dipuji orang lain, dsb.

Namun, hidup sebagai manusia yang bermasyarakat, yang dikenal pula dalam istilah sosiologinya sebagai makhluk yang membutuhkan yang lainnya, putra politikon, serta dalam konsep Islam dikenalkan pula bahwa manusia memikul amanah sebagai kholifah yang punya tugas rahmatan kecilTemukan, tentunya mempunyai nilai-nilai universal untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan yang lainnya. Seperti, berdarma baik, adanya hukum kausalitas (sebab-akibat), adanya ajaran silakan atau dikenalkan pula dengan ajaran enam puluh dua belas, yang artinya bahwa nilai universal manusia sebagai insan yang bertanggung jawab dengan Tuhan dan makhluk lainnya, telah terumuskan pada surat ke-60 (Al-Mumtaĥanah), Ayat ke-12

Wahai Nabi, ketika para wanita yang beriman datang kepadamu untuk membuat janji khusyuk, bahwa mereka tidak akan menyekutukan Tuhan, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak mereka, tidak akan melakukan KEBOHONGAN yang mereka ciptakan di antara tangan dan tangan mereka. kaki dan tidak akan mendurhakaimu dalam kebaikan, maka terimalah janji setia mereka dan mintalah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

SEKIAN DARI SEWIDAK ROLAS, semoga manfaat
#jika tidak berkenan harap dimaafkan



[ad_2]

Sumber Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »