Ngobrol Santai dalam Wejangan Singkat untuk Menggapai Kebahagiaan bagi Para Sufi – Analisis

[ad_1]

Oleh: MNK Al Amin

Setelah beberapa hari mati dari dunia tulis menulis dengan bahasa bebas —tanpa menggunakan rumusan/pokok masalah, tujuan & kegunaan, kerangka teoretik, metode analisis, sumber data, sistematika pembahasan—ya, ternyata rasa rindu untuk sekedar menyalurkan hobi. Dengan menulis, juga sambil menunggu adzan maghrib berkumandang, ya, beginilah ngabuburit yang praktis dan ekonomis, yakni menulis.

Sore ini, aku mendengar kicauan burung dan samar-samar mendengar lantunan pelajaran menyambut datangnya maghrib. Saya mencoba yang terbaik untuk memusatkan pendengaran saya pada materi pesan Guru.

Terdengar begitu jelas dalam indera pendengarku dan begitu mudah masuk di dalam kalbu, serta pesan yang mudah untuk dimengerti (meski belum pasti mudah untuk dilalui). Ya, pesan dari Guru tentang bagaimana menemukan kebahagiaan, dari percakapan belajar.

Jamaah: Guru, kulihat engkau tak pernah sedih, bagaimana resepnya?

Guru: sebagai manusia biasa dan seperti umumnya, saya pribadi pun juga merasakan sedih.

Jamaah: lantas, kenapa engkau tak terlihat sedih, akan tetapi terlihat selalu tersenyum dan gembira?

Guru : Ketika saya sedih, bagi saya itu hanya cukup bagi saya dan Tuhan saya, bukankah kita sebagai manusia yang diperintahkan oleh-Nya untuk taat dan tunduk? Taati juga hukum-hukum yang telah digariskan oleh-Nya.

Saat rasa awalku yang berupa sedih muncul, maka aku harus bergegas mengingat Tuhan, dan aku berlatih untuk selalu memuji kesucian dan kebesaranNya.

Jamaah: lalu, sebenarnya cara apa biar tidak sedih dan selalu bahagia?

Guru: jangan mencari kebahagiaan, itu kuncinya. Karena apabila kalian mencari kebahagiaan, belum tentu kalian akan terbahagiaakan. Terlebih, jikalau target yang kau anggap bisa membuatmu bahagia meleset, kesedihanlah yang akan kau dapat. Bahkan, ketika keinginanmu tercapai, bahagiamu hanya sementara saja, karena kau akan selalu menginginkan “ini dan itu” yang selalu beranak pinak, yang tak mampu untuk memuaskan hawa nafsumu.

Jadi, cobalah untuk nrimo/ qonaah setelah engkau berikhtiar, dan berusahalah untuk selalu menebar kebaikan dan doa bagi orang lain, lingkungan, dan alam.

Buanglah perasaan marahmu, dengkimu, pada orang yang tidak menyukaimu, karena dia juga termasuk makhluk Tuhan. Doakan dia, sholawatilah dia. Hingga hatimu bisa tentram ketika melihat orang yang tak kau sukai.

Akhirnya kau akan suka menebar kebaikan, doa, dan kemanfaatan bagi yang lain.

_______________________________________________________________________________

Setelah itu, kufokuskan perhatianku untuk memahami percakapan dari kajian tersebut ternyata sangat menohok bagiku…

Begitu jauhnya aku dari mengolah nafsuku tuk menuju kebaikan…

Ya, Allah…maafkanlah aku..

#Refleksi diri



[ad_2]

Sumber Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »