Menggali Makna Tasbih Melalui Kearifan Lokal – Analisis

[ad_1]

Oleh: M. Nur Kholis Al Amin

Teman-teman, menulis tentang kearifan lokal atau bahasa kecenya, tuh, dikenal dengan istilah kearifan lokal ternyata tidak membosankan, lo. Seperti ketika dihadapkan dengan belajar bersama-sama tentang salah satu alat yang umum digunakan sebagai salah satu sarana untuk ibadah, khususnya untuk mempermudah tergeraknya hati agar selalu berdzikir atau selalu ingat ( kesadaran) kepada Tuhan, dalam setiap detail yang telah dijalin menjadi satu kesatuan utuh, yang biasa digunakan oleh para tetua.

Apa itu? Tak lain ya tasbih atau kalau lughot / logat saya biasa ngucapin rosario, bukan yang model tasbih digital loh, tapi tasbih bulet-bulet dari kayu ataupun biji-bijian. Terus apa dong hubungannya dengan kearifan lokal? Kok seperti gak nyambung gini…

Ya, kalau menggunakan teori integrasi-interkoneksi, bisa saja tuh dihubungin dan gak salah juga, loh. Apalagi kalau ngomongin kearifan lokal, kan banyak banget toh akronim-akronim yang menyimpan makna tersirat, semisal: kucing, kukune runcing; tandur, ditata mundur (coba lihat tuh, para petani nanam padi gak ke depan nata bibitnya, tapi dari depan ke belakang, kecuali yang pakai mesin seperti sekarang ini); delamaan, dedalan marang kabecikan (jalan menuju kebaikan), dan juga rosario (baru-baru ini telah berakhir).

Dalam tradisi setempat, rosario biasa digunakan oleh para piyayi sepuh atau dalam tulisan-tulisan sebelumnya disebutkan yang menyala, lelaki tua itu diam di udara (yang disebut atau disebut orang tua adalah orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya), memiliki arti memiliki menTAS secara keseluruhan, artinya sudah purna dari sifat-sifat “bergantung” dengan dunia, dalam arti setiap tindakan amalnya dipersembahkan hanya untuk memperoleh ridho Allah. ( إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ )

Maka, hatinya sudah mulai dibersihkan dari pengaruh negatif hawa nafsunya, (lawwamah, ammarah, suufiyah) dan mulai memasuki jiwa yang muthmainnah (jiwa yang tenang). Seperti yang telah disapa dalam Al-Qur’an
Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu…… dst.
(Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu….)

Akhirnya, ternyata tasbih yang sering kita lihat dan kita pakai, bisa menjadi salah satu sarana sebagai media untuk berdzikir dan mempunyai makna tersirat dengan “hidup yang telah purna dengan urusan dunia/ meminimalkan ego nafsu duniawi”, yang telah dikenalkan oleh Para Sesepuh Tanah Jawa dengan istilah TASBIH (menTAS sekaBIHane).

Semoga, dengan adanya perbedaan tetap saling mendoakan yang baik-baik, saling menebar rahmat, menebar kasih dan menebar kesejahteraan, walau hanya dengan doa yang terucap.
#mohon maaf
#semoga manfaat
#Jangan saling menghujat
#mari saling berdoa yang baik-baik



[ad_2]

Sumber Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »