[ad_1]
“Semangat itu seperti tim yang berkumpul dalam serikat pekerja.
Yang saling mengenal di antara mereka akan mudah saling tertaut.
Yang saling merasa asing di antara mereka akan mudah saling berselisih”
(Hadits diriwayatkan oleh: Muslim)
Imam An-Nawawi -Rahimahullah- dalam khotbahnya ia menulis, “Roh-roh itu saling mengenal karena sesuatu yang Tuhan ciptakan untuk mereka. Karena isi dunia ini hanyalah iman atau kekufuran; mereka yang taat kepada Tuhan Subhanahu Wa Ta’ala akan mudah dihubungkan dengan sesama hamba yang taat, dan dipisahkan dari yang memberontak”.
Setiap orang akan cinta pada orang yang semisal dengan sifatnya. Kalau generasi millenial sih bilangnya “sefrekuensi”. Ada orang yang baru kenal dan berjumpa beberapa detik yang lalu, tapi mereka seolah-olah pernah bertemu sebelumnya, bahkan seolah sudah berinteraksi sejak lama.
Maka hal ini bukanlah sesuatu yang tidak mungkin adanya, bahkan Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah menyampaikan hal ini 14 abad yang lalu, dalam haditsnya yang mulia.
Seketika hadis ini terbayang dibenakku, ketika menjumpai seorang ibu yang mengantarkan keponakannya masuk pondok tahfizh, tempat dimana aku mengabdi saat ini. Penampilannya sangat memesonaku, memakai pakaian serba hitam plus cadar bandananya, sederhana tapi sangat berkelas. Disaat walisantri lainnya berdandan dan memakai pernak-perniknya, namun beliau dengan anggunnya tampil sebagai panutan busana wanita muslimah sejati, istiqomah memegang syari’at di tengah masa yang penuh fitnah.
Percakapan diantara kami pun mengalir apa adanya, seolah aku sudah mengenalnya sejak lama. Aku merasa ada yang berbeda pada dirinya, aura yang dipenuhi energi positif muncul dari setiap kata-katanya. Masya Allah. Pertemuan singkat yang sangat berkesan bagiku.
Melalui status ada apanya kutahu bahwa beliau seorang pengusaha dan juga mengikuti organisasi sosial. Kebetulan Ustadzah Husnul, dosen mata kuliah kewirausahaan semester ini meminta kami untuk wawancara seorang dai’yah sekaligus pengusaha, pikiranku langsung tertuju padanya. Karena sulitnya meninggalkan gubuk, yang tidak memungkinkan mereka untuk bertemu secara langsung, prosesnya pun berlangsung wawancara melalui ada apa.
Indah Anisah Baadilla, SE, saya panggil Bu Indah. Ia keturunan Arab-Maluku, yang kini berdomisili di Pekanbaru. Dia sekarang berusia 50 tahun, tetapi saya melihat dia jauh lebih muda dari yang seharusnya.
Memiliki lima orang anak yang diamanahlan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, mengantarkannya untuk berikhtiar mencari rezeki melalui bisnis jualan baju gamis akhwat, cadar, jubah kedua asli Arab Saudi, celana anak-anak, dan lainnya, sebagai sampingan dari pekerjaan utama beliau yaitu sebagai IRT dan mengajar tahsin akhwat.
Telah berkecimpung didunia bisnis selama kurang lebih sembilan tahun, dengan omzet berkisar dua sampai tiga juta perbulan. Selama masa pandemi COVID-19, beliau terpaksa beralih dari usaha sebelumnya, yaitu jualan offline di beberapa masjid sunnah di Pekanbaru, kebisnis on line
Triknya untuk dicoba di tengah pandemi adalah bekerja sama dengan teman-teman yang memiliki usaha patungan untuk menjual barang dagangannya di on line. Adapun strategi bertahan di tengah pandemi, berhusnuzhzhon kepada Allah Azza Wajalla, bahwa apa yang menjadi rezeki kita tidak akan tertukar walaupun dagangan sama. Kalimat yang sangat menggetarkan jiwa ketika membacanya.
Banyak hikmah yang bisa dipetik dari pengalamannya. Pertama, tidak menjadikan gelar sarjana sebagai ajang untuk mencari pekerjaan yang bergengsi, beliau memilih fokus menjadi IRT, dan disela waktunya menyempatkan berbagi ilmu dengan akhwat dalam tahsin Alquran. sebagaimana disebutkan dalam hadis bahwa orang terbaik adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.
Kedua, ambil bagian dalam mendukung perekonomian keluarga, dengan berwirausaha, tanpa putus asa atau rendah hati. Selama itu halal dan berkah, apalagi usahanya berjualan baju syar’i, berjualan sambil berdakwah. Masya Allah
Ketiga, berhusnuzhzhon dan percayalah kepada Allah bahwa rezeki yang telah ditetapkan masing-masing, tidak akan tertukar atau berkurang walaupun perdagangannya sama. Manusia hanya diperintahkan untuk berusaha dan bersabar dalam mengambilnya, bukan sekedar berpegangan tangan dan berkata, “rezeki sudah diatur di atas”.
Keempat, membangun relasi yang baik untuk bekerja sama, optimis bertahan ditengah pandemi. Tidak saling menjatuhkan dan menginginkan keburukan atas keberhasihan orang lain. Karena termasuk salah satu ajaran agama Islam yaitu saling tolong menolong kebaikan.
Pada akhirnya bukan banyaknya nominal yang menjadi tujuan akhir seorang muslim dalam mencari rezeki, tapi keberkahan dari yang halal lagi thayyiblah yang akan mendatangkan kenyamanan dan ketentraman sejati dalam menaungi bahtera tak bertepi yang bernama kehidupan dunia yang fana…
Ruang Pertemuan, Ma’had Tahfizh Madania
Riau, 12 September 2021
[ad_2]
Sumber Berita