Benar dan Baik, Dua Sejoli Ketika Tanpa Bumbu. – Analisis

Oleh: MNK Al Amin

“Benar dan baik”, mungkin kedua kata tersebut merupakan kata yang tak asing lagi kita dengar bahkan kita gelorakan.

Mengetahui dari kedua kata ini (benar dan baik), bentuk jamak dari kita, terkadang terlalu egois, sehingga benar dan baik hanyalah slogan belaka tanpa ingin menerapkannya ke dalam bentuk perbuatan/tindakan nyata.

Apalagi jika kita memiliki kepentingan untuk diri kita sendiri atau kelompok tertentu atau memiliki dan menjadi dalam suatu komunitas tertentu.

Alhasil, kita pun terlena oleh bahasa lisan dan pengetahuan serta kecerdasan akal/ logika semata tanpa mau mengamalkan dalam bentuk nyata.

Di sinilah, peran pesan para orang tua Jawa terdahulu dalam kalimat yang mudah dipaham agar mudah pula untuk dilaksanakannya, yakni ilmu seperti itu dengan praktik atau ilmu itu harus dengan pengamalan.

Salam ini banyak kita jumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an di waqof (akhir ayat) dengan kalimat /kata لمون لون , (mengetahui/memahami, berakal, berdzikir, melamun) yang juga disertai dengan kalimat لون لون (agawe/ berbuat, beamal). Selanjutnya dalam Al Qur’an Surat As-Shof ayat 3 telah dijelaskan مقتا عند الله ل ا لا لون. (Besar kebencian di sisi Allah, bahwa kamu (hanya) mengatakan sesuatu yang tidak kamu lakukan), ayat ini juga lebih mudah dikenal di masyarakat dengan istilah jarkoni.

Lalu, apa hubungannya tulisan ini dengan baik dan benar?

Paling tidak, kita mampu mengoreksi dan merenungkan diri sendiri secara pribadi, apakah kita telah menyebarkan kebenaran tanpa merasa paling benar.

Dan marilah kita menebar kebaikan tanpa merasa diri kita yang terbaik, karena sesungguhnya orang yang berilmu tidak mencari pengakuan semata, tetapi mampu mengamalkan dalam perbuatan nyata.

#semoga kita bisa belajar menebar kebaikan dan kebenaran tanpa merasa paling baik dan benar.

Sumber Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »